MANAJEMEN
OPERASIONAL LANJUTAN
TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE
Pendahuluan
Salah satu faktor penunjang keberhasilan suatu industri
manufaktur ditentukan oleh kelancaran proses produksi. Sehingga bila proses
produksi lancar, akan menghasilkan produk berkualitas, waktu penyelesaian
pembuatan yang tepat dan ongkos produksi yang murah. Proses
tersebut tergantung dari kondisi sumber daya yang dimiliki seperti manusia,
mesin ataupun sarana penunjang lainnya, dimana kondisi yang dimaksud
adalah kondisi siap pakai untuk menjalankan operasi produksinya, baik
ketelitian, kemampuan ataupun kapasitasnya. Kondisi siap pakai dari mesin dan
peralatan, dapat dijaga dan ditingkatkan kemampuannya dengan menerapkan program
perawatan yang terencana, teratur dan terkontrol, begitupun kemampuan sumber
daya manusianya perlu penyesuaian demi tercapainya tujuan yang diharapkan.
Perawatan atau maintenance adalah merupakan salah satu
fungsi utama usaha, diamana fungsi - fungsi lainnnya seperti pemasaran,
produksi, keuangan dan sumber daya manusia. Fungsi perawatan perlu dijalankan
secara baik, karena dengan dijalankannya fungsi tersebut fasilitas -
fasilitas produksi akan terjaga kondisinya dan memberikan pengaruh yang besar
bagi kesinambungan operasi suatu industri.
Dari
beberapa uraian dan difinisi diatas, maka dapatlah dijelaskan bahwa pengertian
dari manajemen perawatan adalah pengelolaan pekerjaan perawatan dengan melalui
suatu proses perencanaan, pengorganisasian serta pengendalian operasi perawatan
untuk memberikan performasi mengenai fasilitas industri. Dalam perkembangan
Manajemen Perawatan tersebut, timbul suatu konsep ataupun metode yang bertujuan
menjaga optimasi produktifitas yang dikenal sebagai Total Productive
Maintenance (TPM).
TPM bisa diartikan sebagai ilmu perawatan terhadap mesin.
Total Productive Maintenance (TPM) adalah sebuah program perawatan yang
termasuk didalamnya definisi konsep terbaru untuk merawat peralatan dan
perlengkapan. Tujuaan dari program TPM adalah untuk menaikkan nilai produksi
yang dimana pada saatyang bersamaan, menaikkan moral para pekerja dan kepuasan
pekerjaan. TPM membawa perawatan kedalam focus sebagai kebutuhan dan bagian
kepentingan utama dalam bisnis. Kemudian tidak lama disetujui sebagai aktivitas
non-profit. Seiring berjalannya waktu kemudian dijadwalkan sebagai bagian dari
perawatan harian dan dalam beberapa kasus, bagian intergral dari proses
manufaktur. Tujuannya adalah untuk mengontrol kedaan gawat darurat dan
perawatan yang tidak terjadwal menjadi minimum.
Pembahasan
Asal-Usul TPM
TPM adalah konsep inovatif dari orang-orang Jepang. Asal
mula dari TOM bisa dilacak pada tahun 1951 dimana pemeliharaan pencegahan
pertama kali diperkenalkan di Jepang. Bagaimanapun juga konsep dari pemeliharaan
pencegahan diambil dari Amerika Serikat. Nippondenso adalah perusahaan pertama
yang yang memperkenalkan penerapan pemeliharaan pencegahan secara luas di
1960an. Pemeliharaan pencegahan adalah konsep yang dimana, operator memproduksi
barang menggunakan mesin dan grup pemeliharaan didedikasikan dengan kerja
pemeliharaan mesin, bagaimanpun dengan automasi dari Nippondenso, pemeliharaan
menjadi sebuah permasalahan ketika ada banyak personel pemeliharaan yang
dibutuhkan. Sehingga manjemen memutuskan bahwa operator akan membawa
pemeliharaan rutin dari peralatan.
Nippondenso, yang sudah siap untuk mengikuti pemeliharaan
pencegahan, juga menambahkan pemeliharaan Aotomasi yang dikerjakan oleh
operator produksi. Kru pemeliharaan beralih dalam modifikasi perlengakapan
untuk improfisasi secara nyata. Hal ini melaju kepada pemeliharaan pencegahaan.
Modifikasi dilakukan untuk untuk bisa berkoorperasi dalam perlengkapan yang
baru. Pencegahan pemeliharaan bersama dengan Maintanance Prevention melahirkan
Produktif Maintanance.
Prinsip TPM
Berikut adalah prinsip-prinsip dalam TPM
diantaranya:
1. Meningkatkan
efektivitas semua peralatan
TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektivitas mesin/peralatan secara keseluruhan (overall effectiveness).TPM dirancang untuk mencegah terjadinya suatu kerugian
karena terhentinya aktivitas produksi, yang disebabkan oleh kegagalan fungsi
dari suatu peralatan (mesin) , kerugian yang disebabkan oleh hilangnya
kecepatan produksi mesin yang diakibatkan oleh kegagalan fungsi suatu komponen
tertentu dari suatu mesin produksi , dan kerugian karena cacat yang disebabkan
oleh kegagalan fungsi komponen atau mesin produksi. Jadi dapat di simpulkan
secara sederhana bahwa tujuannya diaplikasikannya TPM adalah untuk
mengoptimalkan efisiensi sistem produksi secara keseluruhan melalui aktivitas
pemeliharaan dan perbaikan secara terorganisir.
2. Memperbaiki
system perawatan terencana
Planned
Maintenanceatau parawaran terencana mencakup Breakdown
Maintenance, Preventive Maintenance, dan Improvement Maintenance. Perbaikan
jenis ini didefinisikan sebagai konsep perbaikan berkelanjutan yangmelibatkan
seluruh karyawan untuk meningkatkan perawatan mesin, peralatan, dan
meningkatkan produktivitas. Indikator kesuksesan TPM di
ukur oleh OEE (Overall Equipment Effectiveness)
dimana ukuran kinerja ini mencakup ke berbagai macam kerugian (losses) seperti
downtime, changeover, speed loss, idle mesin, stoppages, startup, defect, dan
rework.
Pada dasarnya, masalah pemeliharaan dan perbaikan
sudah timbul sejak pemilihan instalasi atau peralatan. Hal ini disebabkan
karena suatu sistem pemeliharaan dan perbaikan hanya dapat dilakukan dengan
baik dan benar jika sekurang-kurangnya telah dipahami prinsip kerja dan
karakteristik instalasi, konstruksi dan filsafat perancangannya, bahan dan
energi yang digunakan, serta jumlah dan kualifikasi operator dan teknisi yang
menanganinya. Dimana system pemeliharaan dan perbaikan meliputi semua usaha
untuk menjamin agar instalasi senantiasa dapat berfungsi dengan baik, efisien
dan ekonomis, sesuai dengan spesifikasi dan kemampuannya. Sementara
disisi lain hal yang perlu diperhatikan bahwa biaya pemeliharaan dan perbaikan
haruslah dapat ditekan seminimal mungkin.
3. Operator
merupakan monitor keadaan yang terbaik
Operator mesin ikut bertanggung jawab terhadap kondisi
mesinnya dan sebisa mungkin harus dapat ikut ambil bagian dalam kegiatan
maintenance awal seperti misalnya memberikan pelumasan, membersihkan mesin dan
daerah sekitar serta berperan serta aktif dalam inspeksi karena yang pertama
kali mengetahui kondisi mesin tersebut adalah operator.
4. Menyediakan
pelatihan untuk meningkatkan skill pengoperasian dan perawatan
Pendidikan
dan latihan teknis dapat dilakukan melalui seminar atau pertemuan rutin.
Sasaran pelatihan adalah sumber daya manusia
(SDM) secara keseluruhan yang bertujuan meningkatkan produktivitas mesin.
Program ini ditujukan untuk multi-terampil direvitalisasi karyawan yang tinggi
dan semangat juang untuk bekerja dan melakukan semua fungsi yang diperlukan secara
efektif dan
mandiri.
Hal ini bertujuan untuk memiliki multi-terampil
direvitalisasi karyawan yang semangat tinggi dan yang memiliki bersemangat
untuk datang bekerja dan melakukan semua fungsi yang diperlukan secara efektif
dan mandiri. Pendidikan diberikan kepada operator untuk meningkatkan
keterampilan mereka. Tidak cukup hanya mengetahui "Know-How" oleh
mereka juga harus belajar "Tahu-mengapa". Dengan pengalaman yang
mereka peroleh, "Know-How" untuk mengatasi masalah apa yang harus
dilakukan. Hal ini mereka lakukan tanpa mengetahui akar penyebab masalah dan
mengapa mereka melakukannya. Oleh karena itu menjadi perlu untuk melatih mereka
mengetahui "Tahu-mengapa". Para karyawan harus dilatih untuk mencapai
empat fase keterampilan. Tujuannya adalah untuk menciptakan sebuah pabrik penuh
ahli. Tahap yang berbeda dari keterampilan.
a.
Tahapan- tahapan
training:
Tahap 1 : Tidak
mengenal sama sekali.
Tahap 2 : Mengenal
teori tapi tidak dapat melakukan.
Tahap 3 : Dapat
melakukan tetapi tidak bisa untuk mengajarkan.
Tahap 4 : Dapat
melakukan dan bisa untuk mengajarkan.
b.
Kebijakan:
1)
Berfokus kepada
perbaikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan dan teknik-teknik.
2)
Menciptakan suatu
lingkungan pelatihan untuk pelajaran berdasar pada rasa memerlukan dari dalam
diri sendiri tanpa ada paksaan.
3)
Kurikulum pelatihan
mendorong ke arah bahwa karyawan menjadi suatu bagian yang sangat vital.
4)
Pelatihan untuk
menghilangkan kelelahan dan kebosanan karyawan dan membuat suasana bekerja yang
menyenangkan.
c.
Sasaran :
1)
Mencapai penurunan
nilai downtime karena kekurangan orang yang memiliki pengetahuan, mengakibatkan
kekosongan di mesin-mesin.
2)
Mencapai Zero defect
yang disebabkan oleh ketiadaan pengetahuan / ketrampilan-ketrampilan /
teknik-teknik.
3)
Mencoba mencapai 100%
apa yang telah menjadi rencana dan target awal, yaitu meningkatkan mutu
ketrampilan-ketrampilan mereka yang bekerja.
d.
Langkah – langkah
dalam kegiatan Training :
1)
Menentukan kebijakan,
prioritas-prioritas dan mengecek penyajian status pendidikan dan pelatihan.
2)
Tetapkan sistim
pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan operasi dan pemeliharaan.
3)
Pelatihan karyawan
dengan tujuan untuk meningkatkan mutu ketrampilan-ketrampilan operasi dan
pemeliharaan.
4)
Persiapan agenda dan
jadwal pelatihan.
5)
Pelaksanan
pelatihan.
6)
Evaluasi aktivitas
dan analisa, ini dibutuhkan sebagai data apabila ada pelatihan berikutnya.
5. Melibatkan
semua orang dan memanfaatkan kerja sama team lintas fungsi yang bersifat
perawatan mandiri
Teamwork and coordination merupakan elemen dasar dalam konsep menumbuhkan sikap
memiliki. TPM berorientasi pada pegawai dalam kegiatan pemeliharaan dan
tim kerja merupakan aspek yang dipentingkan. Dalam implementasi TPM ada
beberapa tim kerja yaitu autonomous maintenance team (AMT) dan focus
improvement team (FIT).
AMT terdiri
dari operatoryang melakukan kegiatan pemeliharaan secara rutin. AMT memiliki
kontribusi dalam perbaikan aktivitas yang mampu menghentikan atau mengurangi
laju kerusakan mesin, mengendalikan kontaminasi mesin dan menjaga mesin dalam
keadaan produktif. FIT terdiri dari tenaga ahli, teknisi pemeliharaan dan
beberapa operator terpilih yang akan memberikan pelatihan pada tingkat terendah
tentang mesin dan perlengkapannya, kegiatan preventive maintenance dan
tugas-tugas harian lainnya. FIT berkontribusi terhadap pemenuhan target untuk
meminimasi tingkat kerugian. FIT yang mapan akan mempermudah koordinasi dengan
perusahaan.
Delapan Pilar TPM
Untuk menerapkan konsep
TPM (Total Productive Maintenance) dalam sebuah perusahaan manufakturing,
diperlukan pondasi yang kuat dan pilar yang kokoh. Pondasi TPM adalah 5S,
sedangkan pilar utama TPM terdiri dari 8 pilar atau biasanya disebut dengan 8
Pilar TPM (Eight Pillar of Total Productive Maintenance). 8 pilar TPM sebagian
besar difokuskan pada pada teknik proaktif dan preventif untuk meningkatkan
kehandalan Mesin dan peralatan produksi.
8 Pilar TPM (Eight Pillar of TPM)
diantaranya adalah:
1.
Autonomous
Maintenance /Jishu Hozen (Perawatan Otonomus)
Autonomous Maintenance atau Jishu
Hozen memberikan tanggung jawab perawatan rutin kepada operator seperti
pembersihan mesin, pemberian lubrikasi/minyak dan inspeksi mesin. Dengan
demikian, operator atau pekerja yang bersangkutan memiliki rasa kepemilikan
yang tinggi, meningkatan pengetahuan pekerja terhadap peralatan yang
digunakannya. Dengan Pilar Autonomous Maintenance, Mesin atau peralatan
produksi dapat dipastikan bersih dan terlubrikasi dengan baik serta dapat
mengidentifikasikan potensi kerusakan sebelum terjadinya kerusakan yang lebih
parah.
2.
Planned
Maintenance (Perawatan Terencana)
Pilar Planned Maintenance
menjadwalkan tugas perawatan berdasarkan tingkat rasio kerusakan yang pernah
terjadi dan/atau tingkat kerusakan yang diprediksikan. Dengan Planned
Maintenance, kita dapat mengurangi kerusakan yang terjadi secara mendadak serta
dapat lebih baik mengendalikan tingkat kerusakan komponen.
3.
Quality
Maintenance (Perawatan Kualitas)
Pilar Quality Maintenance membahas
tentang masalah kualitas dengan memastikan peralatan atau mesin produksi dapat
mendeteksi dan mencegah kesalahan selama produksi berlangsung. Dengan kemampuan
mendeteksi kesalahan ini, proses produksi menjadi cukup handal dalam menghasilkan
produk sesuai dengan spesifikasi pada pertama kalinya. Dengan demikian, tingkat
kegagalan produk akan terkendali dan biaya produksi pun menjadi semakin rendah.
4.
Focused
Improvement / Kobetsu Kaizen (Perbaikan yang terfokus)
Membentuk kelompok kerja untuk
secara proaktif mengidentifikasikan mesin/peralatan kerja yang bermasalah dan
memberikan solusi atau usulan-usulan perbaikan. Kelompok kerja dalam melakukan
Focused Improvement juga bisa mendapatkan karyawan-karyawan yang bertalenta
dalam mendukung kinerja perusahaan untuk mencapai targetnya.
5.
Early
Equipment Management (Manajemen Awal pada Peralatan kerja)
Early Equipment Management merupakan
pilar TPM yang menggunakan kumpulan pengalaman dari kegiatan perbaikan dan
perawatan sebelumnya untuk memastikan mesin baru dapat mencapai kinerja yang
optimal. Tujuan dari pilar ini adalah agar mesin atau peralatan produksi baru
dapat mencapai kinerja yang optimal pada waktu yang sesingkat-singkatnya.
6.
Training
dan Education (Pelatihan dan Pendidikan)
Pilar Training dan Education ini
diperlukan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan saat menerapkan TPM (Total
Productive Maintenance). Kurangnya pengetahuan terhadap alat atau mesin
yang dipakainya dapat menimbulkan kerusakan pada peralatan tersebut dan
menyebabkan rendahnya produktivitas kerja yang akhirnya merugikan perusahaan.
Dengan pelatihan yang cukup,
kemampuan operator dapat ditingkatkan sehingga dapat melakukan kegiatan
perawatan dasar sedangkan Teknisi dapat dilatih dalam hal meningkatkan
kemampuannya untuk melakukan perawatan pencegahan dan kemampuan dalam
menganalisis kerusakan mesin atau peralatan kerja. Pelatihan pada level
Manajerial juga dapat meningkatkan kemampuan Manajer dalam membimbing dan
mendidik tenaga kerjanya (mentoring dan Coaching skills) dalam penerapan TPM.
7.
Safety,
Health and Environment (Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan)
Para Pekerja harus dapat bekerja dan
mampu menjalankan fungsinya dalam lingkungan yang aman dan sehat. Dalam Pilar
ini, Perusahaan diwajibkan untuk menyediakan Lingkungan yang aman dan sehat
serta bebas dari kondisi berbahaya. Tujuan Pilar ini adalah mencapai target
Tempat kerja yang “Accident Free” (Tempat Kerja yang bebas dari segala
kecelakaan).
8.
TPM
in Administration (TPM dalam Administrasi)
Pilar selanjutnya dalam TPM adalah menyebarkan konsep TPM ke
dalam fungsi Administrasi. Tujuan pilar TPM in Administrasi ini adalah agar
semua pihak dalam organisasi (perusahaan) memiliki konsep dan persepsi yang
sama termasuk staff administrasi (pembelian, perencanaan dan keuangan).
Implementasi TPM
Kasus yang banyak terjadi adalah, maintenance
lebih bersifat reaktif. Mesin diperbaiki ketika terjadi kerusakan, dan
kerusakan sering terjadi. Sejumlah besar inventori berupa sparepart
menumpuk di gudang dan jadi usang. Seringkali operator mengabaikan pertanda
awal dari potensi kerusakan. Operator-pun tidak memiliki kompetensi dalam
pemeliharaan mesin yang mereka operasikan setiap hari.
Bagaimana jika keadaan ini terjadi
dalam industri manufaktur pesawat terbang, misalnya? Pada industri pesawat
terbang, tingkat disiplin dan standar yang sangat tinggi harus mampu dipenuhi
oleh semua pihak yang terlibat dalam aktifitas produksi; mulai dari
maintenance, pemasok part, hingga pemasok material. Prosedur dibuat
dengan sangat spesifik, dan setiap langkah proses didokumentasikan dengan
seksama. Hasil yang diharapkan adalah rendahnya angka kecelakaan yang
diakibatkan oleh kegagalan mesin akan dapat ditekan.
Sebagai contoh, dengan menerapkan
standar dan disiplin tinggi oleh para produsen pesawat terbang di Amerika
Serikat, sebanyak lebih dari 27000 penerbangan di negeri tersebut setiap
harinya luput dari kecelakaan yang diakibatkan oleh kerusakan mesin. Hal
yang sama juga terjadi dalam NASCAR Winston Cup Racing. Untuk menjadi juara,
pembalap sangat bergantung kepada performa mesin; setiap mobil balap harus
memenuhi standar keselamatan yang ditentukan dan kondisi mesin harus selalu
prima dan dapat diandalkan (reliable). Begitu juga, organisasi yang ingin
menjuarai kompetisi dan meraih posisi “world class” harus bisa
mengimplementasikan program Total Productive Maintenance (TPM) dengan sukses.
TPM, seperti yang telah anda ketahui,
adalah metode equipment maintenance yang tujuannya adalah meningkatkan
produktifitas di lini produksi dengan cara meningkatkan dan menjaga performa
mesin. Salah satu caranya adalah dengan melibatkan operator dalam pemeliharaan
mesin; bukan hanya mengandalkan maintenance untuk menangani kerusakan
(khususnya kerusakan kecil). Untuk mensukseskan TPM, proses produksi dan
maintenance harus berjalan bersamaan. Indikasi keberhasilan TPM diukur dengan OEE (Overall Equipment Effectiveness).
TPM memerlukan efektifitas
kepemimpinan sejak awal penerapan (karena itulah tool ini memiliki kata
“Total” didalamnya). Tanpa kepemimpinan yang efektif yang memastikan semua
orang yang terlibat akan menjalankan fungsi spesifik mereka, performa mesin
akan terus menurun dan inisiatif TPM hanya akan berumur pendek. Banyak yang
menyalah-artikan TPM sebagai program untuk “memperbaiki sesuatu”, bukannya
mencegah kerusakan/permasalahan mesin. Mereka melihat maintenance
sebagai proses yang non value-added dan memangkas biaya maintenance
untuk berhemat. Hal ini menyebabkan penurunan performa mesin secara perlahan
dan membuat mesin kehilangan efektifitasnya.
Perusahaan yang telah sukses umumnya
memiliki perencanaan implementasi TPM yang terdiri atas 12 langkah berikut:
Langkah 1 – Pengumuman program TPM
Top management harus menciptakan lingkungan yang akan mendukung
berjalannya program TPM. Tanpa dukungan manajemen, akan ada skeptisme dan
resistensi yang kemungkinan bisa melumpuhkan inisiatif.
Langkah 2 – Adakan program pelatihan secara
formal
Program ini akan memberikan informasi dan mengedukasi
setiap karyawan di perusahaan tentang aktifitas TPM, manfaat, serta pentingnya
kontribusi setiap orang untuk mensukseskannya. Pelatihan ini dapat diberikan
oleh praktisi intern (jika ada) atau oleh konsultan outsource.
Langkah 3 – Ciptakan struktur organisasi
pendukung
Tim ini akan memelihara dan memastikan berjalannya TPM
segera setelah program dimulai. Aktifitas berbasis-tim sangat penting untuk
kesuksesan TPM. Tim ini umumnya terdiri atas orang-orang dari setiap level
organisasi – mulai dari manajemen hingga shop floor. Tim inilah yang
akan melakukan komunikasi dan memastikan setiap orang bekerja dengan tujuan
yang sama.
Langkah 4 – Tentukan aturan dasar TPM dan
target-target kuantitatif
Lakukan analisa terhadap keadaan saat ini dan tentukan
target yang SMART: Specific, Measurable, Attainable, Realistic dan Time-based.
Langkah 5 – Buat master deployment plan yang
mendetail
Perencanaan ini akan mengidentifikasi sumber daya yang
dibutuhkan, kapan pelatihan harus diadakan, kapan dilakukan restorasi dan
perbaikan mesin, sistem manajemen dan teknologi maintenance.
Langkah 6 – Kick-off TPM
Implementasi dimulai pada tahap ini.
Langkah 7 – Tingkatkan efektifitas setiap mesin
yang ada
Tim project akan menganalisa setiap mesin dan melakukan
perbaikan yang diperlukan.
Langkah 8 – Adakan program autonomous
maintenance oleh operator
Pembersihan dan inspeksi rutin yang dilakukan operator
akan membantu menstabilkan kondisi mesin dan mencegah kerusakan/penurunan
performa.
Langkah 9 – Adakah program preventive
maintenance yang terencana
Buat jadwal untuk melakukan perawatan untuk mencegah
kerusakan di setiap mesin yang ada.
Langkah 10 – Berikan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan maintenance dan operasional
Bagian maintenance dapat menjadi narasumber dan pengajar
yang memberikan pelatihan, saran, dan informasi mengenai mesin kepada tim.
Langkah 11 – Kembangkan program early
equipment management
Buat prinsip-prinsip perawatan untuk pencegahan pada
proses perancangan mesin.
Langkah 12 – Continuous improvement
Seperti yang dilakukan dalam setiap inisiatif Lean,
organisasi harus mengembangkan pola pikir continuous improvement untuk
‘mengawetkan’ semua perbaikan dan hasil dari perbaikan yang telah didapat.
Maintenance dan reliability sebagai strategi
bisnis yang mendasar adalah kunci sukses implementasi TPM. Tanpa dukungan dari
top management, TPM hanya akan menjadi ‘tren sementara’ yang akan segera
berlalu. Implementasi TPM dengan mengikuti 12 langkah diatas akan menuntun anda
di jalan menuju “zero breakdowns” dan “zero defects”.
Manfaat TPM
Saat ini semakin banyak fasilitas
manufaktur yang menerapkan metode lean, namun sayangnya kebanyakan dari mereka
melupakan pentingnya pemeliharaan mesin dan juga peralatan lainnya. Padahal,
kinerja mesin akan sangat menentukan kualitas dan produktifitas dari sebuah
proses manufaktur.
Bayangkan hal ini: bagaimana jika keadaan tersebut
terjadi dalam industri manufaktur pesawat terbang? Pada industri tersebut,
tingkat disiplin dan standar yang sangat tinggi harus mampu dipenuhi oleh semua
pihak yang terlibat dalam aktivitas produksi. Mulai dari maintenance,
pemasok part, hingga pemasok material. Prosedur dibuat dengan sangat
spesifik, dan setiap langkah proses harus didokumentasikan dengan sangat teliti
sehingga hasilnya ada pada penurunan angka kecelakaan yang diakibatkan dari
kegagalan fungsi atau kerusakan mesin.
Sebagai contoh, dengan penerapan
standard dan disiplin tinggi dari para produsen pesawat terbang di Amerika
Serikat, lebih dari 27 ribu penerbangan di negara tersebut setiap harinya luput
dari kecelakaan yang diakibatkan oleh kerusakan mesin. Hal yang sama juga
terjadi dalam NASCAR Winston Cup Racing. Untuk bisa juara, pembalap sangat
bergantung pada kinerja mesin. Setiap mobil balap harus memenuhi standar
keselamatan yang ditentukan dan kondisi mesin harus selalu prima dan dapat
diandalkan (reliable). Seperti itu pula yang berlaku pada organisasi
yang ingin unggul dalam sengitnya kompetisi dan meraih posisi “world class”.
TPM sebagai bagian dari metode Lean
Manufacturing terbukti efektif dalam meningkatkan dan memelihara kinerja mesin,
meningkatkan usia pakai mesin, dan menghemat biaya perbaikan dan perawatan.
Keefektifan ini tercermin dari 4 manfaat yang bisa di dapat dari penerapan TPM,
yaitu :
- Budaya bisnis yang
berkelanjutan dalam meningkatkan efisiensi
- Adanya penerapan
dari sebuah pendekatan yang terstandar dan sistematik, dimana semua
kerugian dapat dicegah
- Adanya peningkatan
pola perilaku dan juga mindset yang prediktif dari divisi yang
terlibat
- Terwujudnya
aktivitas bisnis yang transparan menuju zero losses.
Kesuksesan penerapan TPM terletak pada
efektifitas peran kepemimpinan yang berfokus pada pengembangan pengetahuan,
waktu, kerendahan hati, dan juga rasa saling menghargai. Tanpa kepemimpinan
yang efektif, yang mampu memastikan semua orang terlibat dalam menjalankan
fungsi spesifik mereka, penerapan TPM ini tidak akan bisa berumur panjang.
Sedangkan langkah-langkah perbaikan TPM harus dijalankan sebagai suatu proses
yang berkelanjutan. Bukan hanya sebagai menu jangka pendek. Dan pada akhirnya
penerapan TPM ini diharapkan mampu memberikan kemampuan yang praktis kepada
perusahaan menuju operational excellence.
Manfaat dari studi aplikasi TPM
secara sistematik dalam rencana kerja
jangka panjang pada perusahaan khususnya menyangkut faktor-faktor berikut:
1.
Peningkatan
produktivitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM
akan meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan.
2.
Meningkatkan
kualitas dengan TPM, meminimalkan
kerusakan pada mesin/peralatan dan
downtime mesin dengan
metode terfokus.
3.
Waktu
delivery ke konsumen dapat ditepati,
karena produksi yang tanpa gangguan
akan lebih mudah untuk dilaksanakan.
4.
Biaya
produksi rendah karena rugi
dan pekerjaan yang tidak memberi nilai
tambah dapat dikurangi.
5.
Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik.
6.
Meningkatkan
motivasi kerja, karena hak dan tanggung jawab didelegasikan oleh setiap orang.
Daftar Pustaka
Heizer, Jay, Barry Render and Chuck
Munson. 2016. “OPERATIONSMANAGEMENT
Sustainability and Supply Chain Management”. NewJersey:Pearson.E-book.
Sudrajat, Ating. 2006. Basic Maintenance and Planning.
Bandung:Politeknik Negeri Bandung.
Stok, E Ronald. 2001. Implementasi
Total Productive Maintenance di departemen non-jahit, PT.Kerta Rajasa Raya:
Jakarta.
Utomo, A.C. (2011). Sejarah Singkat 5-S. Retrieved from http://www.scribd.com/doc/51971011/sejarah-singkat-5-S
Tidak ada komentar:
Posting Komentar