Kamis, 25 Februari 2021

MANAJEMEN OPERASIONAL LANJUTAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE

 


MANAJEMEN OPERASIONAL LANJUTAN

TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE

 


Pendahuluan

 

Salah satu faktor penunjang keberhasilan suatu industri manufaktur ditentukan oleh kelancaran proses produksi. Sehingga bila proses produksi lancar, akan menghasilkan produk berkualitas, waktu penyelesaian pembuatan  yang tepat dan ongkos produksi yang murah.  Proses tersebut tergantung dari kondisi sumber daya yang dimiliki seperti manusia, mesin ataupun sarana penunjang lainnya, dimana  kondisi yang dimaksud adalah kondisi siap pakai untuk menjalankan operasi produksinya, baik ketelitian, kemampuan ataupun kapasitasnya. Kondisi siap pakai dari mesin dan peralatan, dapat dijaga dan ditingkatkan kemampuannya dengan menerapkan program perawatan yang terencana, teratur dan terkontrol, begitupun kemampuan sumber daya manusianya perlu penyesuaian demi tercapainya tujuan yang diharapkan.

 

Perawatan atau maintenance adalah merupakan salah satu fungsi utama usaha, diamana fungsi - fungsi lainnnya seperti pemasaran, produksi, keuangan dan sumber daya manusia. Fungsi perawatan perlu dijalankan secara baik, karena dengan dijalankannya fungsi tersebut  fasilitas - fasilitas produksi akan terjaga kondisinya dan memberikan pengaruh yang besar bagi kesinambungan operasi suatu industri.

Dari beberapa uraian dan difinisi diatas, maka dapatlah dijelaskan bahwa pengertian dari manajemen perawatan adalah pengelolaan pekerjaan perawatan dengan melalui suatu proses perencanaan, pengorganisasian serta pengendalian operasi perawatan untuk memberikan performasi mengenai fasilitas industri. Dalam perkembangan Manajemen Perawatan tersebut, timbul suatu konsep ataupun metode yang bertujuan menjaga optimasi produktifitas yang dikenal sebagai Total Productive Maintenance (TPM).

 

TPM bisa diartikan sebagai ilmu perawatan terhadap mesin. Total Productive Maintenance (TPM) adalah sebuah program perawatan yang termasuk didalamnya definisi konsep terbaru untuk merawat peralatan dan perlengkapan. Tujuaan dari program TPM adalah untuk menaikkan nilai produksi yang dimana pada saatyang bersamaan, menaikkan moral para pekerja dan kepuasan pekerjaan. TPM membawa perawatan kedalam focus sebagai kebutuhan dan bagian kepentingan utama dalam bisnis. Kemudian tidak lama disetujui sebagai aktivitas non-profit. Seiring berjalannya waktu kemudian dijadwalkan sebagai bagian dari perawatan harian dan dalam beberapa kasus, bagian intergral dari proses manufaktur. Tujuannya adalah untuk mengontrol kedaan gawat darurat dan perawatan yang tidak terjadwal menjadi minimum.

 

 

 

 

Pembahasan

 

Asal-Usul TPM

TPM adalah konsep inovatif dari orang-orang Jepang. Asal mula dari TOM bisa dilacak pada tahun 1951 dimana pemeliharaan pencegahan  pertama kali diperkenalkan di Jepang. Bagaimanapun juga konsep dari pemeliharaan pencegahan diambil dari Amerika Serikat. Nippondenso adalah perusahaan pertama yang yang memperkenalkan penerapan pemeliharaan pencegahan secara luas di 1960an. Pemeliharaan pencegahan adalah konsep yang dimana, operator memproduksi barang menggunakan mesin dan grup pemeliharaan didedikasikan dengan kerja pemeliharaan mesin, bagaimanpun dengan automasi dari Nippondenso, pemeliharaan menjadi sebuah permasalahan ketika ada banyak personel pemeliharaan yang dibutuhkan.  Sehingga manjemen memutuskan bahwa operator akan membawa pemeliharaan rutin dari peralatan.

 

Nippondenso, yang sudah siap untuk mengikuti pemeliharaan pencegahan, juga menambahkan pemeliharaan Aotomasi yang dikerjakan oleh operator produksi. Kru pemeliharaan beralih dalam modifikasi perlengakapan untuk improfisasi secara nyata. Hal ini melaju kepada pemeliharaan pencegahaan. Modifikasi dilakukan untuk untuk bisa berkoorperasi dalam perlengkapan yang baru. Pencegahan pemeliharaan bersama dengan Maintanance Prevention melahirkan Produktif Maintanance.

Prinsip TPM

 

Berikut adalah prinsip-prinsip dalam TPM diantaranya:

1.      Meningkatkan efektivitas semua peralatan

TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektivitas mesin/peralatan secara keseluruhan (overall effectiveness).TPM dirancang untuk mencegah terjadinya suatu kerugian karena terhentinya aktivitas produksi, yang disebabkan oleh kegagalan fungsi dari suatu peralatan (mesin) , kerugian yang disebabkan oleh hilangnya kecepatan produksi mesin yang diakibatkan oleh kegagalan fungsi suatu komponen tertentu dari suatu mesin produksi , dan kerugian karena cacat yang disebabkan oleh kegagalan fungsi komponen atau mesin produksi. Jadi dapat di simpulkan secara sederhana bahwa tujuannya diaplikasikannya TPM adalah untuk mengoptimalkan efisiensi sistem produksi secara keseluruhan melalui aktivitas pemeliharaan dan perbaikan secara terorganisir.

2.      Memperbaiki system perawatan terencana

Planned Maintenanceatau parawaran terencana mencakup Breakdown Maintenance, Preventive Maintenance, dan Improvement Maintenance. Perbaikan jenis ini didefinisikan sebagai konsep perbaikan berkelanjutan yangmelibatkan seluruh karyawan untuk meningkatkan perawatan mesin, peralatan, dan meningkatkan produktivitas. Indikator kesuksesan TPM di ukur oleh OEE (Overall Equipment Effectiveness) dimana ukuran kinerja ini mencakup ke berbagai macam kerugian (losses) seperti downtime, changeover, speed loss, idle mesin, stoppages, startup, defect, dan rework.

Pada dasarnya, masalah pemeliharaan dan perbaikan sudah timbul sejak pemilihan instalasi atau peralatan. Hal ini disebabkan karena suatu sistem pemeliharaan dan perbaikan hanya dapat dilakukan dengan baik dan benar jika sekurang-kurangnya telah dipahami prinsip kerja dan karakteristik instalasi, konstruksi dan filsafat perancangannya, bahan dan energi yang digunakan, serta jumlah dan kualifikasi operator dan teknisi yang menanganinya. Dimana system pemeliharaan dan perbaikan meliputi semua usaha untuk menjamin agar instalasi senantiasa dapat berfungsi dengan baik, efisien dan ekonomis, sesuai dengan spesifikasi dan kemampuannya.  Sementara disisi lain hal yang perlu diperhatikan bahwa biaya pemeliharaan dan perbaikan haruslah dapat ditekan seminimal mungkin.

3.      Operator merupakan monitor keadaan yang terbaik

Operator mesin ikut bertanggung jawab terhadap kondisi mesinnya dan sebisa mungkin harus dapat ikut ambil bagian dalam kegiatan maintenance awal seperti misalnya memberikan pelumasan, membersihkan mesin dan daerah sekitar serta berperan serta aktif dalam inspeksi karena yang pertama kali mengetahui kondisi mesin tersebut adalah operator.

4.      Menyediakan pelatihan untuk meningkatkan skill pengoperasian dan perawatan

Pendidikan dan latihan teknis dapat dilakukan melalui seminar atau pertemuan rutin. Sasaran pelatihan adalah sumber daya manusia (SDM) secara keseluruhan yang bertujuan meningkatkan produktivitas mesin. Program ini ditujukan untuk multi-terampil direvitalisasi karyawan yang tinggi dan semangat juang untuk bekerja dan melakukan semua fungsi yang diperlukan secara efektif dan mandiri.          

Hal ini bertujuan untuk memiliki multi-terampil direvitalisasi karyawan yang semangat tinggi dan yang memiliki bersemangat untuk datang bekerja dan melakukan semua fungsi yang diperlukan secara efektif dan mandiri. Pendidikan diberikan kepada operator untuk meningkatkan keterampilan mereka. Tidak cukup hanya mengetahui "Know-How" oleh mereka juga harus belajar "Tahu-mengapa". Dengan pengalaman yang mereka peroleh, "Know-How" untuk mengatasi masalah apa yang harus dilakukan. Hal ini mereka lakukan tanpa mengetahui akar penyebab masalah dan mengapa mereka melakukannya. Oleh karena itu menjadi perlu untuk melatih mereka mengetahui "Tahu-mengapa". Para karyawan harus dilatih untuk mencapai empat fase keterampilan. Tujuannya adalah untuk menciptakan sebuah pabrik penuh ahli. Tahap yang berbeda dari keterampilan.

a.       Tahapan- tahapan training:

Tahap 1 : Tidak mengenal sama sekali.

Tahap 2 : Mengenal teori tapi tidak dapat melakukan.

Tahap 3 : Dapat melakukan tetapi tidak bisa untuk mengajarkan.

Tahap 4 : Dapat melakukan dan bisa untuk mengajarkan.

 

b.      Kebijakan:

1)      Berfokus kepada perbaikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan dan teknik-teknik.

2)      Menciptakan suatu lingkungan pelatihan untuk pelajaran berdasar pada rasa memerlukan dari dalam diri sendiri tanpa ada paksaan.

3)      Kurikulum pelatihan mendorong ke arah bahwa karyawan menjadi suatu bagian yang sangat vital.

4)      Pelatihan untuk menghilangkan kelelahan dan kebosanan karyawan dan membuat suasana bekerja yang menyenangkan.

c.       Sasaran :

1)      Mencapai penurunan nilai downtime karena kekurangan orang yang memiliki pengetahuan, mengakibatkan kekosongan di mesin-mesin.

2)      Mencapai Zero defect yang disebabkan oleh ketiadaan pengetahuan /  ketrampilan-ketrampilan / teknik-teknik.

3)      Mencoba mencapai 100% apa yang telah menjadi rencana dan target awal, yaitu meningkatkan mutu ketrampilan-ketrampilan mereka yang bekerja.

d.      Langkah – langkah dalam kegiatan Training :

1)      Menentukan kebijakan, prioritas-prioritas dan mengecek penyajian status pendidikan dan pelatihan.

2)      Tetapkan sistim pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan operasi dan pemeliharaan.

3)      Pelatihan karyawan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu ketrampilan-ketrampilan operasi dan pemeliharaan.

4)      Persiapan agenda dan jadwal pelatihan.

5)       Pelaksanan pelatihan.

6)      Evaluasi aktivitas dan analisa, ini dibutuhkan sebagai data apabila ada pelatihan berikutnya.

5.      Melibatkan semua orang dan memanfaatkan kerja sama team lintas fungsi yang bersifat perawatan mandiri

Teamwork and coordination merupakan elemen dasar dalam konsep menumbuhkan sikap memiliki.  TPM berorientasi pada pegawai dalam kegiatan pemeliharaan dan tim kerja merupakan aspek yang dipentingkan. Dalam implementasi TPM ada beberapa tim kerja yaitu autonomous maintenance team (AMT) dan  focus improvement team (FIT).

AMT terdiri dari operatoryang melakukan kegiatan pemeliharaan secara rutin. AMT memiliki kontribusi dalam perbaikan aktivitas yang mampu menghentikan atau mengurangi laju kerusakan mesin, mengendalikan kontaminasi mesin dan menjaga mesin dalam keadaan produktif.  FIT terdiri dari tenaga ahli, teknisi pemeliharaan dan beberapa operator terpilih yang akan memberikan pelatihan pada tingkat terendah tentang mesin dan perlengkapannya, kegiatan preventive maintenance dan tugas-tugas harian lainnya. FIT berkontribusi terhadap pemenuhan target untuk meminimasi tingkat kerugian. FIT yang mapan akan mempermudah koordinasi dengan perusahaan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Delapan Pilar TPM

 

Untuk menerapkan konsep TPM (Total Productive Maintenance) dalam sebuah perusahaan manufakturing, diperlukan pondasi yang kuat dan pilar yang kokoh. Pondasi TPM adalah 5S, sedangkan pilar utama TPM terdiri dari 8 pilar atau biasanya disebut dengan 8 Pilar TPM (Eight Pillar of Total Productive Maintenance). 8 pilar TPM sebagian besar difokuskan pada pada teknik proaktif dan preventif untuk meningkatkan kehandalan Mesin dan peralatan produksi.


 

8 Pilar TPM (Eight Pillar of TPM) diantaranya adalah:

1.      Autonomous Maintenance /Jishu Hozen (Perawatan Otonomus)

Autonomous Maintenance atau Jishu Hozen memberikan tanggung jawab perawatan rutin kepada operator seperti pembersihan mesin, pemberian lubrikasi/minyak dan inspeksi mesin. Dengan demikian, operator atau pekerja yang bersangkutan memiliki rasa kepemilikan yang tinggi, meningkatan pengetahuan pekerja terhadap peralatan yang digunakannya. Dengan Pilar Autonomous Maintenance, Mesin atau peralatan produksi dapat dipastikan bersih dan terlubrikasi dengan baik serta dapat mengidentifikasikan potensi kerusakan sebelum terjadinya kerusakan yang lebih parah.

2.      Planned Maintenance (Perawatan Terencana)

Pilar Planned Maintenance menjadwalkan tugas perawatan berdasarkan tingkat rasio kerusakan yang pernah terjadi dan/atau tingkat kerusakan yang diprediksikan. Dengan Planned Maintenance, kita dapat mengurangi kerusakan yang terjadi secara mendadak serta dapat lebih baik mengendalikan tingkat kerusakan komponen.

3.      Quality Maintenance (Perawatan Kualitas)

Pilar Quality Maintenance membahas tentang masalah kualitas dengan memastikan peralatan atau mesin produksi dapat mendeteksi dan mencegah kesalahan selama produksi berlangsung. Dengan kemampuan mendeteksi kesalahan ini, proses produksi menjadi cukup handal dalam menghasilkan produk sesuai dengan spesifikasi pada pertama kalinya. Dengan demikian, tingkat kegagalan produk akan terkendali dan biaya produksi pun menjadi semakin rendah.

4.      Focused Improvement / Kobetsu Kaizen (Perbaikan yang terfokus)

Membentuk kelompok kerja untuk secara proaktif mengidentifikasikan mesin/peralatan kerja yang bermasalah dan memberikan solusi atau usulan-usulan perbaikan. Kelompok kerja dalam melakukan Focused Improvement juga bisa mendapatkan karyawan-karyawan yang bertalenta dalam mendukung kinerja perusahaan untuk mencapai targetnya.

5.      Early Equipment Management (Manajemen Awal pada Peralatan kerja)

Early Equipment Management merupakan pilar TPM yang menggunakan kumpulan pengalaman dari kegiatan perbaikan dan perawatan sebelumnya untuk memastikan mesin baru dapat mencapai kinerja yang optimal. Tujuan dari pilar ini adalah agar mesin atau peralatan produksi baru dapat mencapai kinerja yang optimal pada waktu yang sesingkat-singkatnya.

6.      Training dan Education (Pelatihan dan Pendidikan)

Pilar Training dan Education ini diperlukan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan saat menerapkan TPM (Total Productive Maintenance).  Kurangnya pengetahuan terhadap alat atau mesin yang dipakainya dapat menimbulkan kerusakan pada peralatan tersebut dan menyebabkan rendahnya produktivitas kerja yang akhirnya merugikan perusahaan.

Dengan pelatihan yang cukup, kemampuan operator dapat ditingkatkan sehingga dapat melakukan kegiatan perawatan dasar sedangkan Teknisi dapat dilatih dalam hal meningkatkan kemampuannya untuk melakukan perawatan pencegahan dan kemampuan dalam menganalisis kerusakan mesin atau peralatan kerja. Pelatihan pada level Manajerial juga dapat meningkatkan kemampuan Manajer dalam membimbing dan mendidik tenaga kerjanya (mentoring dan Coaching skills) dalam penerapan TPM.

7.      Safety, Health and Environment (Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan)

Para Pekerja harus dapat bekerja dan mampu menjalankan fungsinya dalam lingkungan yang aman dan sehat. Dalam Pilar ini, Perusahaan diwajibkan untuk menyediakan Lingkungan yang aman dan sehat serta bebas dari kondisi berbahaya. Tujuan Pilar ini adalah mencapai target Tempat kerja yang “Accident Free” (Tempat Kerja yang bebas dari segala kecelakaan).

 

8.      TPM in Administration (TPM dalam Administrasi)

Pilar selanjutnya dalam TPM adalah menyebarkan konsep TPM ke dalam fungsi Administrasi. Tujuan pilar TPM in Administrasi ini adalah agar semua pihak dalam organisasi (perusahaan) memiliki konsep dan persepsi yang sama termasuk staff administrasi (pembelian, perencanaan dan keuangan).

 

 

 

 

 

Implementasi TPM

Kasus yang banyak terjadi adalah, maintenance lebih bersifat reaktif. Mesin diperbaiki ketika terjadi kerusakan, dan kerusakan sering terjadi. Sejumlah besar inventori berupa sparepart menumpuk di gudang dan jadi usang. Seringkali operator mengabaikan pertanda awal dari potensi kerusakan. Operator-pun tidak memiliki kompetensi dalam pemeliharaan mesin yang mereka operasikan setiap hari.

Bagaimana jika keadaan ini terjadi dalam industri manufaktur pesawat terbang, misalnya? Pada industri pesawat terbang, tingkat disiplin dan standar yang sangat tinggi harus mampu dipenuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam aktifitas produksi; mulai dari maintenance, pemasok part, hingga pemasok material. Prosedur dibuat dengan sangat spesifik, dan setiap langkah proses didokumentasikan dengan seksama. Hasil yang diharapkan adalah rendahnya angka kecelakaan yang diakibatkan oleh kegagalan mesin akan dapat ditekan.

Sebagai contoh, dengan menerapkan standar dan disiplin tinggi oleh para produsen pesawat terbang di Amerika Serikat, sebanyak lebih dari 27000 penerbangan di negeri tersebut setiap harinya luput dari kecelakaan yang diakibatkan oleh kerusakan mesin.  Hal yang sama juga terjadi dalam NASCAR Winston Cup Racing. Untuk menjadi juara, pembalap sangat bergantung kepada performa mesin; setiap mobil balap harus memenuhi standar keselamatan yang ditentukan dan kondisi mesin harus selalu prima dan dapat diandalkan (reliable). Begitu juga, organisasi yang ingin menjuarai kompetisi dan meraih posisi “world class” harus bisa mengimplementasikan program Total Productive Maintenance (TPM) dengan sukses.

TPM, seperti yang telah anda ketahui, adalah metode equipment maintenance yang tujuannya adalah meningkatkan produktifitas di lini produksi dengan cara meningkatkan dan menjaga performa mesin. Salah satu caranya adalah dengan melibatkan operator dalam pemeliharaan mesin; bukan hanya mengandalkan maintenance untuk menangani kerusakan (khususnya kerusakan kecil). Untuk mensukseskan TPM, proses produksi dan maintenance harus berjalan bersamaan. Indikasi keberhasilan TPM diukur dengan OEE (Overall Equipment Effectiveness).

TPM memerlukan efektifitas kepemimpinan sejak awal penerapan (karena itulah tool ini memiliki kata “Total” didalamnya). Tanpa kepemimpinan yang efektif yang memastikan semua orang yang terlibat akan menjalankan fungsi spesifik mereka, performa mesin akan terus menurun dan inisiatif TPM hanya akan berumur pendek. Banyak yang menyalah-artikan TPM sebagai program untuk “memperbaiki sesuatu”, bukannya mencegah kerusakan/permasalahan mesin. Mereka melihat maintenance sebagai proses yang non value-added dan memangkas biaya maintenance untuk berhemat. Hal ini menyebabkan penurunan performa mesin secara perlahan dan membuat mesin kehilangan efektifitasnya.

Perusahaan yang telah sukses umumnya memiliki perencanaan implementasi TPM yang terdiri atas 12 langkah berikut:

Langkah 1 – Pengumuman program TPM

Top management harus menciptakan lingkungan yang akan mendukung berjalannya program TPM. Tanpa dukungan manajemen, akan ada skeptisme dan resistensi yang kemungkinan bisa melumpuhkan inisiatif.

Langkah 2 – Adakan program pelatihan secara formal

Program ini akan memberikan informasi dan mengedukasi setiap karyawan di perusahaan tentang aktifitas TPM, manfaat, serta pentingnya kontribusi setiap orang untuk mensukseskannya. Pelatihan ini dapat diberikan oleh praktisi intern (jika ada) atau oleh konsultan outsource.

 

 

Langkah 3 – Ciptakan struktur organisasi pendukung

Tim ini akan memelihara dan memastikan berjalannya TPM segera setelah program dimulai. Aktifitas berbasis-tim sangat penting untuk kesuksesan TPM. Tim ini umumnya terdiri atas orang-orang dari setiap level organisasi – mulai dari manajemen hingga shop floor. Tim inilah yang akan melakukan komunikasi dan memastikan setiap orang bekerja dengan tujuan yang sama.

Langkah 4 – Tentukan aturan dasar TPM dan target-target kuantitatif

Lakukan analisa terhadap keadaan saat ini dan tentukan target yang SMART: Specific, Measurable, Attainable, Realistic dan Time-based.

Langkah 5 – Buat master deployment plan yang mendetail

Perencanaan ini akan mengidentifikasi sumber daya yang dibutuhkan, kapan pelatihan harus diadakan, kapan dilakukan restorasi dan perbaikan mesin, sistem manajemen dan teknologi maintenance.

Langkah 6 – Kick-off TPM

Implementasi dimulai pada tahap ini.

Langkah 7 – Tingkatkan efektifitas setiap mesin yang ada

Tim project akan menganalisa setiap mesin dan melakukan perbaikan yang diperlukan.

Langkah 8 – Adakan program autonomous maintenance oleh operator

Pembersihan dan inspeksi rutin yang dilakukan operator akan membantu menstabilkan kondisi mesin dan mencegah kerusakan/penurunan performa.

Langkah 9 – Adakah program preventive maintenance yang terencana

Buat jadwal untuk melakukan perawatan untuk mencegah kerusakan di setiap mesin yang ada.

Langkah 10 – Berikan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan maintenance dan operasional

Bagian maintenance dapat menjadi narasumber dan pengajar yang memberikan pelatihan, saran, dan informasi mengenai mesin kepada tim.

Langkah 11 – Kembangkan program early equipment management

Buat prinsip-prinsip perawatan untuk pencegahan pada proses perancangan mesin.

Langkah 12Continuous improvement

Seperti yang dilakukan dalam setiap inisiatif Lean, organisasi harus mengembangkan pola pikir continuous improvement untuk ‘mengawetkan’ semua perbaikan dan hasil dari perbaikan yang telah didapat.

Maintenance dan reliability sebagai strategi bisnis yang mendasar adalah kunci sukses implementasi TPM. Tanpa dukungan dari top management, TPM hanya akan menjadi ‘tren sementara’ yang akan segera berlalu. Implementasi TPM dengan mengikuti 12 langkah diatas akan menuntun anda di jalan menuju “zero breakdowns” dan “zero defects”.

 

Manfaat TPM

 

Saat ini semakin banyak fasilitas manufaktur yang menerapkan metode lean, namun sayangnya kebanyakan dari mereka melupakan pentingnya pemeliharaan mesin dan juga peralatan lainnya. Padahal, kinerja mesin akan sangat menentukan kualitas dan produktifitas dari sebuah proses manufaktur.

Bayangkan hal ini: bagaimana jika keadaan tersebut terjadi dalam industri manufaktur pesawat terbang? Pada industri tersebut, tingkat disiplin dan standar yang sangat tinggi harus mampu dipenuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam aktivitas produksi. Mulai dari maintenance, pemasok part, hingga pemasok material. Prosedur dibuat dengan sangat spesifik, dan setiap langkah proses harus didokumentasikan dengan sangat teliti sehingga hasilnya ada pada penurunan angka kecelakaan yang diakibatkan dari kegagalan fungsi atau kerusakan mesin.

Sebagai contoh, dengan penerapan standard dan disiplin tinggi dari para produsen pesawat terbang di Amerika Serikat, lebih dari 27 ribu penerbangan di negara tersebut setiap harinya luput dari kecelakaan yang diakibatkan oleh kerusakan mesin. Hal yang sama juga terjadi dalam NASCAR Winston Cup Racing. Untuk bisa juara, pembalap sangat bergantung pada kinerja mesin. Setiap mobil balap harus memenuhi standar keselamatan yang ditentukan dan kondisi mesin harus selalu prima dan dapat diandalkan (reliable). Seperti itu pula yang berlaku pada organisasi yang ingin unggul dalam sengitnya kompetisi dan meraih posisi “world class”.

TPM sebagai bagian dari metode Lean Manufacturing terbukti efektif dalam meningkatkan dan memelihara kinerja mesin, meningkatkan usia pakai mesin, dan menghemat biaya perbaikan dan perawatan. Keefektifan ini tercermin dari 4 manfaat yang bisa di dapat dari penerapan TPM, yaitu :

  1. Budaya bisnis yang berkelanjutan dalam meningkatkan efisiensi
  2. Adanya penerapan dari sebuah pendekatan yang  terstandar dan sistematik, dimana semua kerugian dapat dicegah
  3. Adanya peningkatan pola perilaku dan juga mindset  yang prediktif dari divisi yang terlibat
  4. Terwujudnya aktivitas bisnis yang transparan menuju zero losses.

Kesuksesan penerapan TPM terletak pada efektifitas peran kepemimpinan yang berfokus pada pengembangan pengetahuan, waktu, kerendahan hati, dan juga rasa saling menghargai. Tanpa kepemimpinan yang efektif, yang mampu memastikan semua orang terlibat dalam menjalankan fungsi spesifik mereka, penerapan TPM ini tidak akan bisa berumur panjang. Sedangkan langkah-langkah perbaikan TPM harus dijalankan sebagai suatu proses yang berkelanjutan. Bukan hanya sebagai menu jangka pendek. Dan pada akhirnya penerapan TPM ini diharapkan mampu memberikan kemampuan yang praktis kepada perusahaan menuju operational excellence.

Manfaat dari studi aplikasi TPM secara sistematik dalam rencana kerja jangka panjang pada perusahaan khususnya menyangkut faktor-faktor berikut:

1.      Peningkatan produktivitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM  akan meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan.

2.      Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada mesin/peralatan dan downtime mesin dengan metode terfokus.

3.      Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa gangguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan.

4.      Biaya produksi rendah karena rugi dan pekerjaan yang tidak memberi nilai tambah dapat dikurangi.

5.      Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik.

6.      Meningkatkan motivasi kerja, karena hak dan tanggung jawab didelegasikan oleh setiap orang.

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

Heizer, Jay, Barry Render and Chuck Munson. 2016. “OPERATIONSMANAGEMENT Sustainability and Supply Chain Management”. NewJersey:Pearson.E-book.

 

Sudrajat, Ating. 2006. Basic Maintenance and Planning. Bandung:Politeknik Negeri Bandung.

Stok, E Ronald. 2001. Implementasi Total Productive Maintenance di departemen non-jahit, PT.Kerta Rajasa Raya: Jakarta.

Utomo, A.C. (2011). Sejarah Singkat 5-S. Retrieved from http://www.scribd.com/doc/51971011/sejarah-singkat-5-S

 

 

 

 

                                                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar